Seorang kakek tua hidup di atas bukit. Setiap pagi dia membawa dua timba dengan pikulannya untuk mengambil air sungai di bawah bukit. Timba yang bagus diletakkan di depan pikulannya sedangkan timba yang rusak diletakkan di belakang. Kakek itu selalu mengisi dua timbanya dengan
air yang penuh, kemudian segera naik ke atas bukit. Ketika telah sampai di atas bukit, air di dalam timba yang bagus masih penuh sedangkan air di dalam timba yang rusak telah habis karena timba itu bocor.
Melihat hal itu, timba yang bagus berkata, “Hai timba yang rusak, kamu itu tidak berguna? Kamu tidak pernah bisa membantu kakek tua ini menyiram ladang…!!”
Timba yang rusak itu kemudian menangis, sedih atas kekurangan dirinya dan berkata “Hai kakek, kenapa kau tidak membuangku dan mengganti dengan timba yang baru?”.
Si kakek menjawab, “Hai timba yang rusak, kamu tidak perlu menangis. Lihatlah kanan dan kiri jalan kecil yang selalu kita lewati. Lihatlah itu…!! Ada berbagai macam bunga yang cantik penuh warna.” Kata kakek.
“Ya, pemandangan yang indah…” sahut timba itu.
Sang kakek melanjutkan pembicaraannya, “…ketika aku melihat tubuhmu bocor, aku tidak menyia-nyiakan air yang terbuang darimu. Setiap aku turun bukit. Aku selalu menabur bermacam-macam benih bunga. Dan setiap aku naik bukit, kau telah membantuku menyiram benih-benih bunga itu dengan air yang keluar dari tubuhmu yang bocor.”
Orang bijak akan menjadikan sebuah kekurangan sebagai sebuah kelebihan. Menjadikan sebuah kelemahan sebagai sebuah kekuatan. Tidak boleh sombong dan meremehkan orang lain karena setiap orang punya kekurangan sekaligus punya kelebihan.






0 comments:
Post a Comment